Sebagai
makhluk sosial, semut sangat peka terhadap lingkungannya, seperti saat
menemukan salah satu anggota koloninya yang tewas. Begitu ada satu
ekor semut yang mati, semut-semut lainnya langsung segera
menyingkirkannya atau disebut proses nekroporesis.
Cara
tersebut bermanfaat bagi populasinya karena dapat menghindarkan
penyebaran infeksi penyakit. Namun, bagaimana semut mati dapat segera
dikenali. Tentu bukan dengan cara mengukur denyut nadinya.
Teori
sebelumnya memperkirakan bahwa semut yang mati mengeluarkan zat kimia
akibat proses pembusukan. Namun, hasil penelitian terakhir yang
dilakukan para entomolog, ahli serangga, di Argentina menghasilkan
analisis sedikit berbeda.
Menurutnya,
semua jenis semut punya zat kimia "kematian", baik saat masih hidup
maupun saat mati. Namun, hanya semut hidup yang punya zat kimia
"kehidupan". Saat mati, zat kimia kehidupan terus berkurang sampai
akhirnya hilang sama sekali sehingga menyisakan zat kimia kematian
saja.
"Itu
karena semut mati tidak lagi berbau seperti semut hidup dan segera
dikirim ke 'kuburannya', bukan karena tubuhnya mengeluarkan zat kimia
baru," ujar Dong-Hwan Choe, dari Universitas California di Riverside,
AS. Hasil analisisnya dijelaskan terperinci dalam The Proceedings of
the National Academy of Sciences.
Menurut
Choe, pemahaman mengenai nekroporesis seperti ini akan membantu para
peneliti untuk mengembangkan strategi pemberantasan hama yang ramah
lingkungan. Misalnya dengan menggunakan zat kimia organik dan
mengurangi penggunaan insektisida.
0 Comment:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))
Posting Komentar